Posted by : tiwi Kamis, 27 Maret 2014

Oleh : Jessica HaksT’no

(FanFiction Terbaik 1 Member Challenge KKBTA Mei 2013)

------------------------------------------------------------------
Cast : Okazaki Tomoya (CLANNAD) | Kasumi (Flame of Recca)
------------------------------------------------------------------

“Huh..membosankan.” Hela nafasku terdengar berat di antara keramaian disekitar. Aku,  Okazaki Tomoya, seorang murid SMU dari Tokyo yang kini sedang menjalani study tour di sebuah hutan lindung di kawasan di luar Tokyo. Study tour yang sangat dinantikan oleh siswa kelasku tapi terasa hampa bagiku. Mungkin karena aku memang tidak suka bersosialisasi. Entah sejak kapan, aku mulai menganggap dunia ini sampah yang dipenuhi makhluk kotor macam manusia. Karena itu, aku sama sekali tak berniat untuk berhubungan baik dengan mereka.
“Hei, Okazaki-san, kali ini kau dapat tugas mengambil air untuk memasak. Cepat lakukan!” 
Suara seorang gadis yang tak lain ketua kelompokku memperburuk suasana hatiku sore itu. Namun aku tak mau berdebat panjang lebar dengannya. Segera kuambil ember yang ditunjuknya dan melangkahkan kakiku pergi.
Sepanjang perjalanan, aku terus berpikir sambil mengutuk diriku sendiri. Aku menyesali kehidupanku. Aku terus melamun, dan tak menyadari bahaya di depan mataku. Tanpa sadar, kakiku melangkah melewati sebuah lereng, yang membuatku terjatuh dengan cepat.
“Mungkin inilah akhir hidupku.” gumamku perlahan sambil menutup mata.
Bruuk! suara debam yang keras menghilangkan sejenak kesadaranku. Apa aku sudah mati? Perlahan kucoba membuka mataku. Gelapnya malam seakan menyadarkanku. Aku tak merasakan sakit yang parah, hanya rasa nyeri di pergelangan tangan. Jadi kucoba untuk bangun dari posisiku.
“Untunglah aku terjatuh di atas rumput yang tebal..” pikirku dengan lega. Tiba-tiba kulihat seorang gadis bergaun putih duduk di sebelahku.
 “Aah…apakah kau malaikat? Jadi aku sudah mati?” Aku bertanya dengan suara pelan. Gadis itu hanya menggeleng sambil terus memandangiku.
 “Kalau begitu, kau pasti hantu, dan aku menjadi arwah penasaran disini.”
Gadis itu kembali menggeleng, sembari mencubit pipiku dengan keras.
 “AAUUW!! Hei sakit tahu!! Apa yang kau lakukan??” Dia memandangku dengan wajah polosnya. Sesaat, aku menyadari, bahwa aku belum mati. Dan gadis di depanku ini juga bukan arwah penasaran. Maka, kuberanikan lagi diriku untuk bertanya.
 “Hmm..kau tahu jalan keluar dari sini?” Gadis itu mengangguk. Dia memandang kearah samping sambil berdiri . Perlahan aku pun mencoba untuk berdiri, walau rasa sakit kembali menjalar ke seluruh tubuhku. Sejenak aku terkejut. Gadis itu menarik tanganku dan berjalan perlahan. Dengan sedikit ragu aku mengikutinya. Beberapa puluh langkah kulalui, dan kini aku terkesiap melihat adegan di depanku. Ribuan kunang-kunang tampak berkeliling di sekitarku, memunculkan pemandangan yang luar biasa.
 “Indah sekali..” desahku perlahan. Aku melihat kearah samping, dan gadis itu tersenyum melihatku. Senyuman polos yang sangat manis. Kini aku bisa melihatnya dengan jelas. Dia sangat cantik. Rambutnya hitam panjang dan matanya biru jernih. Dia kelihatan lebih muda dariku. Mungkin kami terpaut 1 atau 2 tahun. Sesaat aku terpesona melihatnya. Tapi dengan cepat dia kembali menarik tanganku, menuntunku ke arah sebuah sungai kecil yang cantik, di mana lebih banyak kunang-kunang berkumpul di sana.
 “Ehm.. Kau yakin ini jalan keluarnya?” tanyaku ragu. Dia mengangguk dan menunjuk kearah sebuah jalan setapak yang sempit. Tampaknya gadis ini tak bisa bicara.
 “Terima kasih banyak , siapa namamu?” Saat kutanyakan hal itu, dia hanya mendekat sambil memberikan sekuntum bunga putih kecil yang cantik. Di bawah langit malam, aku tak bisa mengidentifikasikan bunga apakah itu. Aku pun tak punya pilihan lain dan memasukkan bunga itu ke kantungku dan kembali berjalan sendiri melewati jalan setapak itu.
Beberapa saat kemudian, aku berhasil kembali dengan selamat ke camp-ku. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan. Bukannya menyambutku, teman-temanku justru memandang ke arahku dengan mata dingin. Hingga kemudian guru pembimbingku datang dan dengan kasar memarahiku. Sungguh, aku merasa sangat buruk saat itu. Dan setelah kemarahan guruku mereda, aku segera berlari masuk ke kemahku.
 “Apa mereka tidak lihat tubuhku kotor dan penuh luka? Tidak adakah rasa kasihan di hati mereka? Dasar iblis! Untung saja study tour ini hanya berjalan 3 hari. Dan aku benar-benar ingin segera menyudahi kegiatan bodoh ini!” Aku terus mengomel sampai menyadari, sekuntum bunga putih jatuh dari sakuku. Kudekatkan senterku dan kuamati bunga itu dengan seksama.
 “Ini..bunga kasumisou bukan? Apa maksudnya?”

**

Pagi tanpa hujan. Dengan cepat kutarik badanku dan bersiap-siap. Namun ketika aku keluar dari kemahku, tak seorang pun berada di sana. Yang kulihat hanyalah seorang kakek tua yang sedang menyapu halaman dengan asyiknya.
 “Ooh, kau sudah bangun. Tadi gurumu mengatakan kalau kau dihukum tidak boleh mengikuti tour hari ini karena keterlambatanmu kemarin. Dan mungkin mereka baru akan kembali sore nanti.” Kakek tua itu berbicara dengan cukup ramah. Tapi keramahannya tidak cukup untuk menyembuhkan rasa kesal dalam hatiku. Hingga aku teringat akan gadis yang kutemui kemarin.
Siapakah dia sebenarnya?. Untuk mengusir rasa kesal sekaligus menjelaskan kebingunganku, aku pun mulai menapaki jalan yang kemarin kulewati. Perlahan, kukeluarkan lagi bunga yang ada di kantungku itu.
Kasumisou?
Apakah bunga ini berhubungan dengan namanya? Saat aku meneruskan pikiranku, aku mendengar sebuah senandung merdu di dekatku.
“Gadis itu lagi!” Jantungku berdetak cepat. Perlahan kudekati dia.
“Ehm..hai..” Suaraku terdengar bergetar. Kemudian kulihat gadis itu memalingkan wajahnya  dan tersenyum padaku.
“Anu..soal bunga kemarin..”
Belum sempat kuselesaikan perkataanku, tiba-tiba dia menarik tanganku dan berlari dengan cepat. Mau tak mau aku mengikutinya. Langkahnya yang kecil cukup memudahkanku untuk terus mengejarnya. Dan kemudian dia menghentikan kakinya. Perlahan, dia menyibakkan semak-semak di depan kami dan menarikku untuk masuk. Setelah berhasil melewatinya, aku melihat sesuatu yang hebat.
Hamparan rumput yang luas dan ditutupi ilalang yang cantik membentang dihadapanku. Banyak bunga bertebaran di sana, membuat segalanya tampak begitu memikat. Udara yang berhembus pelan juga terasa sangat nyaman. Pendek katanya, tempat itu bagaikan surga. Beberapa saat aku kehabisan kata-kata. Tapi begitu melihat gadis itu berlari ke tengah rerumputan, aku langsung tersadar.
 “Namamu…Kasumi-kah?” aku bertanya padanya. Dia hanya mengangguk cepat dan tersenyum padaku. Melihatnya begitu bersemangat membuat bibirku sedikit terangkat. Kupetik sekuntum bunga yang indah. Perlahan aku memasangkan bunga itu di daun telinganya.
 “ Cantik sekali..” desahku perlahan. Gadis itu menunjukkan senyum yang polos, sambil kembali berjalan ke depan kumpulan bunga kasumisou. Dia memandangku dengan lembut kemudian menunjukku seakan-akan dia ingin tahu siapa diriku
“Namaku Okazaki Tomoya, dari Tokyo. Senang berkenalan denganmu, Kasumi-san.”
 Kasumi tersenyum, tapi sesaat kemudian dia menggeleng. Aku tak paham maksudnya. Kemudian dia memintaku untuk memanggilnya lagi.
 “Kasumi-san?” kukeluarkan suaraku. Dia kembali menggeleng.
 “ah.. Kasumi-chan?” kataku ragu. Gadis itu mengangguk dengan senang sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya yang cantik. Aku tertawa melihat tingkahnya. Bersama Kasumi membuat perasaanku membaik. Beberapa saat kulewati dengan gembira, sampai aku melihat dia memandangi sesuatu dengan murung.
 “Ada apa?” tanyaku dengan lembut. Dia hanya menggeleng dan kembali memandang kearah yang sama. Dia berjalan ke depan sebuah pohon.
Dengan pelan ditunjuknya sebuah ukiran di batang pohon itu. Aku hanya tertegun membacanya.  
 “Burung yang tak bisa terbang, apakah masih disebut burung?” Kucoba mengucapkan tulisan yang ditunjuknya. Dan saat aku menoleh ke Kasumi, dia hanya memandangku dengan wajah penuh kesedihan. Aku hanya terdiam tanpa bisa mengucapkan apa pun.
 “Tampaknya kau punya masa lalu yang suram, sama sepertiku.” Akhirnya aku angkat bicara. Dia hanya melihatku dengan pandangan yang suram.
 “ Dulu..” aku mulai menceritakan masa laluku.
 “Dulu, aku termasuk anak yang periang dan mempunyai banyak teman. Keluargaku sangat bahagia. Ayah dan ibuku hidup rukun dan sangat menyayangiku.”
 “ Tapi, sejak saat itu, kehidupanku berubah.” lanjutku.
 “Perusahaan ayahku bangkrut. Ayah dan ibuku sering terlibat pertengkaran. Mereka mulai melupakanku. Dan tepat di hari ulang tahunku yang ke 11, ibuku meninggalkan kami. Sejak saat itu ayahku mulai mabuk-mabukkan, dan setahun kemudian, dia meninggal.”
Kasumi melihatku tanpa berkedip. Dia seakan ikut merasakan kesedihanku.
 “Sejak saat itu, aku tinggal bersama kerabatku. Tapi mereka sama sekali tak pernah memperdulikanku. Yang mereka pikirkan hanya mencari uang. Bahkan uang asuransi ayahku mereka ambil seenaknya.  Lalu, aku mulai menganggap dunia ini sampah. Dunia yang dipenuhi makhluk-makhluk yang tak punya perasaan ini hanya berisi penderitaan. Karena itu, aku tak tertarik untuk berteman dengan siapa pun. Karena aku tahu, di dunia ini tak ada yang bisa kupercaya.” Kuakhiri kisahku. Kupandang lagi gadis disebelahku. Dia tak menunjukkan ekspresi apa pun.

“ Kau... puas?” Sebuah suara kecil terdengar pelan. Aku terkejut.
 “Kau-kah yang bicara, Kasumi?? Kukira kau tak bisa bicara??” Aku bersiap memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Tapi Kasumi menutup bibirku dengan cepat.
 “Aku tak pernah bilang kalau aku tak bisa bicara.” Dia menjawabku dengan tegas.
 “Lalu kenapa kau tak pernah bicara padaku?” Aku mulai merasa tak sabar.
 “Karena aku tak ingin bicara.” Jawabannya membuatku benar-benar bingung.
 “Apa kau puas dengan kehidupanmu yang sekarang?” Dia mengulang pertanyaan yang sama. Aku terdiam.
“Ya..mungkin.“ Aku menelan ludah. Mungkin. Aku masih belum yakin bahwa inilah yang kuinginkan. Aku sendiri tidak pernah merasa bahagia.
 “Kau tidak puas. Aku tahu sebenarnya kau sangat ingin kembali ke kehidupanmu yang dulu. Semua itu terlihat di matamu, Tomoya-kun.” Kasumi menatapku dengan tajam. Seakan dia mengerti segalanya tentangku. Aku menutup mataku dan memikirkan perkataannya.
 “Ya, kau benar Kasumi-chan. Aku memang munafik. Aku ingin hanya ingin sebahagia dulu.” Akhirnya aku mengakui perasaanku.
 “Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tak tahu harus menjadi seperti apa untuk mengembalikan kehidupanku.” lanjutku. Kasumi tersenyum tipis. Dia memegang kedua tanganku dengan lembut. Suaranya yang manis kembali menyentak dadaku.
 “Percaya. Hanya itulah jalan satu-satunya. Kau harus belajar untuk percaya pada seseorang.”
Aku menunjukkan tatapan tidak setuju. Tapi dengan segera dia melanjutkan kata-katanya.
 “ Aku tahu kau sudah terlalu banyak menderita. Tapi itu bukan alasan untuk menutup hatimu. Memang kita tak boleh sepenuhnya percaya pada orang lain. Tapi cobalah berikan sedikit rasa percaya itu, maka kau juga akan mendapatkan rasa percaya dari mereka.”
Aku termenung. Mungkin ada benarnya ucapan Kasumi.
 “Baiklah, aku percaya padamu, Kasumi” Akhirnya untuk pertama kalinya setelah 5 tahun, aku mengucapkan kata itu. Wajah Kasumi terlihat gembira. Matanya berbinar dengan indah. Dan aku baru menyadari, beribu kunang-kunang kembali terbang ke sisi kami, menandakan hari mulai malam.
 “ Ah, tampaknya aku harus segera kembali. Besok aku akan datang lagi. Sampai jumpa.”
Kasumi kembali tersenyum padaku sembari melambaikan tangannya. 
Aku sedikit lega saat melihat bus sekolahku baru saja kembali. Dan artinya aku tiba tepat waktu. Kulihat wajah-wajah yang puas turun dari pintu bis. Aku menghela nafas. Beberapa menit kemudian, mereka mulai sibuk mengurusi makan malam. Saat kupalingkan wajahku, kulihat ketua kelompokku sedang kesulitan menyiapkan api unggun.
 “Percayalah!” Aku teringat perkataan Kasumi. Tanpa membuang waktu segera kuhampiri dia.
 “Butuh bantuan?” kucoba bertanya dengan ramah.
 “Oh, Okazaki-san. Sepertinya iya. Bisakah kau membantuku?” Aku mengangguk. Dengan cepat dan hati-hati aku membantu pekerjaannya hingga selesai.
 “Terima kasih banyak, Okazaki-san, dan aku punya sedikit oleh-oleh untukmu” Gadis itu mengeluarkan sebuah kotak berisi kue-kue kecil.
 “Aku minta maaf, kemarin aku menuduhmu yang tidak-tidak. Setelah kupikir lagi, kau tak mungkin kabur begitu saja meninggalkan tanggung jawabmu.” Wajahnya terlihat menyesal.
 “Berikan sedikit rasa percaya itu, maka kau juga akan mendapatkan rasa percaya dari mereka” Kini aku memahami perkataan Kasumi. Aku pun menerima hadiah itu dan tersenyum.
 “Terima kasih.” Aku mengucapkan kata-kata itu. Wajah ketua kelompokku langsung berubah. Dia terlihat lega. Setelah itu pun, aku mulai bisa berinteraksi dengan baik dengan teman-temanku. Dan untuk pertamakalinya setelah sekian lama, aku merasakan  dunia bersahabat denganku.
**
Pagi yang indah, hari terakhir dari study tour-ku, yang berarti hari terakhirku bertemu dengan Kasumi. Entah perasaan apa ini, tapi aku benar-benar tak ingin berpisah dari Kasumi. Aku mulai menyadari bahwa Kasumi sangat berharga bagiku. Rasa ini bukan rasa terima kasih. Dan rasa itu mendorongku untuk diam-diam meninggalkan teman-temanku. Aku berlari melewati jalan setapak yang penuh kenangan itu sambil menggenggam sebuah kotak kecil di tanganku. Setelah lama mencari, akhirnya aku menemukan Kasumi sedang melamun di depan pohon berukiran itu. Perlahan kudekati dia dan kuelus perlahan kepalanya. Dia terlihat terkejut dan berbalik ke arahku, dan memberikanku senyuman yang kusukai.
 “Hai..” sapaku perlahan. Kasumi hanya memandangku dengan lembut lalu kembali berpaling kearah ukiran tersebut.
 “Burung yang tak bisa terbang, apakah tetap menjadi burung?” Tanyanya tanpa menoleh.
 “Yah..bagiku tanpa sayap pun mereka tetaplah burung.” Aku berkata santai. Kasumi menoleh. Dia menatapku dengan tajam.
 “Mengapa?” tanyanya tanpa basa-basi.
“Karena bagiku, sayap bukanlah satu-satunya identitas seekor burung. Walau tanpa sayap, mereka masih memiliki kaki. Mereka juga masih bisa berkicau dengan paruhnya. Walau tanpa sayap, mereka masih memiliki banyak kelebihan yang membuatnya bersinar.”
Kasumi tersenyum.
 “Apakah makhluk yang tidak diharapkan sepertiku masih pantas untuk hidup?” tanyanya lagi. Aku terhenyak.
“Apa maksudmu?” tanyaku dengan bingung. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Tapi matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.
 “Tak apa-apa, terima kasih Tomoya-kun” Dia berusaha menutupi kesedihannya. Walau aku tak paham, tapi aku tak mengungkitnya lagi.
 “Tidak, Kasumi. Akulah yang seharusnya berterima-kasih padamu.” Perlahan kubuka kotak kecil yang kugenggam. Terlihatlah sebuah cincin kecil yang cantik. Cincin yang kubeli di toko aksesoris di dekat perkemahanku.
“Kasumi, ikutlah denganku. Aku akan membawamu ke Tokyo bersamaku. Karena.., aku benar-benar tak ingin berpisah darimu.”
Aku menatap mata Kasumi. Dia hanya terdiam. Aku melanjutkan kata-kataku.
 “Aku, sejak bertemu denganmu, aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku. Dan sekarang aku sadar.” Aku menghela nafas.
 “Aku tak bisa hidup tanpamu”
Kasumi tak menjawab apa pun. Dia hanya menunjukkan pandangan yang sedih.   
 “Kau mau mendengarkan kisahku?” tanyanya dengan murung. Aku mengangguk. Kemudian dia meneruskan kalimatnya.
 “Dahulu ada seekor anak burung yang dibuang, hanya karena dia berbeda. Dia tak memiliki“sayap”, dan tak bisa terbang seperti anak lainnya. Saat dia jatuh dari sarang, tak ada seorang pun yang mencarinya. Dan hingga saat kematiannya, dia menyadari. Tak akan ada yang menangisinya,karena dia tak pernah diharapkan.” Kasumi kembali memandangku dengan sedih.
 “Akulah burung itu.”
Kisah Kasumi membuatku tersentak. Gadis kecil ini ternyata memiliki masa lalu sesedih itu. Entah kenapa, tanganku bergerak sendiri dan memeluknya.
 “Kau mengatakan bahwa tak akan ada seorang pun yang menangisimu, Kau salah!”


“ Walau hanya satu orang, tapi pasti ada yang akan bersedih saat kau pergi.”
Mendengar perkataanku, dia kembali terdiam.
 “Dan bila memang tak ada seorang pun yang mengingat dan memperdulikanmu,”
 “Maka akulah yang akan menangis untukmu.”
Gadis itu tersentak.
 “Akulah yang akan merindukanmu saat kau pergi. Akulah yang akan cemas saat kau sakit. Akulah yang akan menjagamu siang dan malam. Akulah yang akan jadi kekuatanmu.”
Mata Kasumi mulai basah. Beberapa isakan terdengar dari mulut kecilnya.
 “Semua itu akan kulakukan, Tidak, apa pun akan kulakukan untukmu.”
 “Karena,  AKU MENCINTAIMU, Kasumi.”
Maka meledaklah tangis gadis polos situ. Tangisannya yang keras membuatku mendekapnya lebih erat. Hingga tangisnya berhenti, aku akan tetap disampingnya.
Beberapa waktu terlewati. Kasumi mulai bisa mengendalikan air matanya. Kami berpandangan cukup lama. Dan akhirnya, kami pun tertawa bersama-sama.
 “Ikutlah denganku, Kasumi. aku akan menjagamu dengan seluruh hidupku.” Aku memasangkan cincin itu ke jari manis Kasumi. Kasumi tersenyum.
 “ Terima kasih Tomoya-kun.” Kemudian gadis itu menunduk dan menghela nafas.
 “Tapi aku tak bisa pergi denganmu.” Kata-kata yang tegas itu seakan menghancurkan hatiku.
 “Mengapa? Mengapa Kasumi??” tanyaku dengan panik. Tapi kejadian setelahnya, seakan menjawab pertanyaanku. Tubuh Kasumi terlihat transparan , seakan dia akan menghilang.
 “Terima kasih banyak, Tomoya. Terima kasih. Kau telah menyadarkanku tentang apa yang terpenting dalam hidupku.” Air mata mulai membanjiri pipiku. Kugenggam erat tangannya.
 “ Aku sangat bahagia karena aku bisa mengenalmu Tomoya-kun. Walau hanya sebentar, tapi kau telah membuat duniaku terasa sangat indah.” Butir-butir air mata Kasumi menetes.
 “Tidaak!! Kasumi, tolong jangan tinggalkan aku!! Kumohon!!” Aku berusaha menahannya.
 “Maaf Tomoya-kun, tapi aku harus. Semoga kita dapat bertemu lagi di lain kehidupan. Dan jika saat itu tiba, aku akan terus di sampingmu.” Tangisanku semakin kuat. Kusentuh lembut pipinya.
 “Tomoya… Aku mencintaimu.” Sesaat setelah kudengar jawaban Kasumi, kurasakan bibirnya menyentuh bibirku dengan hangat. Dan berangsur-angkur kemudian, tubuh Kasumi menghilang dalam kerlipan titik-titik cahaya yang indah, menyisakan sehelai bulu burung dan sebuah cincin yang indah.



“KASUMII!!!!!” Teriakan parauku mengakhiri perjumpaan yang tak terlupakan itu.

Jika suatu saat kita bertemu lagi, saat itu aku akan menyokongmu dengan seluruh hidupku.
Aku percaya padamu, Kasumi. Karena itu, aku akan terus menunggumu

Memories~ A Bird Who Cannot Fly~


-END-
 -------------------------------
 Tentang Penulis

 Jessica Hartono. Terlahir lima belas tahun silam di Blitar. Merupakan sosok yang moody, imajinatif namun mudah bosan. Menyanyi dan membaca adalah hobinya. Mulai tertarik di bidang menulis pada saat menginjak umur 15 tahun. Inspirasi yang didapatnya kebanyakan berasal dari mimpi. Memiliki cukup banyak ide , namun, seringkali berhenti melanjutkan ceritanya dikarenakan sifat moody-nya yang selalu kumat. "Memories~ A Bird Who Cannot Fly ~" adalah karya bergenre Romance pertamanya yang berhasil diselesaikan. Bisa dihubungi lewat facebook jessica.h.tno@facebook.com



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 KATA KATA BIJAK TOKOH ANIME - Hentai Ouji - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -