"Jika kau ingin beruntung, maka kau harus membuatnya."
(Hiruma Yoichi_Eyeshield 21 eps 05)

"Siapapun yang bertanding pasti akan pernah mengalami kesakitan. Tidak ada satu orangpun yang tidak pernah jatuh atau gagal sekalipun. Tapi mereka yang bisa bangun dan kembali bangkitlah yang akan berhasil. Mereka yang ragu-ragu ataupun takut, dan terlambat bangkit akan terus menjadi pecundang, tanpa bisa berkembang!"
(Shoji kantoku ojo white knight_Eyeshield 21)

"Jika kemungkinan belum 0%, kita tidak boleh menyerah!"
(Sena Kobayakawa_Eyeshield 21 eps 09)

"Berhenti buang-buang waktu hanya untuk merindukan orang yang tidak mau kembali!"
(Hiruma Yoichi_Eyeshield 21 eps 18)

"Saat kata “menyerah” melintas dipikiranmu sedikit saja, saat itulah kau akan kalah dari orang lain."
(Shoji kantoku ojo white knight_Eyeshield 21 eps 42)

“Hasil tidak selalu menentukan akhir, kadang proses tersebut dapat memperluas jalan”
(Shin__Eyeshield 21 eps 70)

“Tidak ada yang bisa didapat dari manusia yang terlalu banyak bergantung.”
(Kid__Eyeshield 21 eps 71)

“Manusia jika meremehkan sesuatu, tak ada hal baik yang datang darinya.”
(Kid__Eyeshield 21 eps 74)

“Jadi kita harus punya akal dan naluri yang baik untuk bisa mengatasi segala kemungkinan itu.”
(Yukimitsu__Eyeshield 21 eps 90)

“Aku tidak boleh setengah-setengah untuk melakukan semua ini, Aku harus terus berjuang..aku akan mencoba lagi dan lagi!”
(Sena Kobayakawa_Eyeshield 21 eps 93)

“Kau lupa satu hal...Bakat dapat membawamu jauh, tapi kerja keras dapat membawamu kemanapun.”
(Hiruma Yoichi_ Eyeshield 21 eps 93)

“Kami akan memenangkan pertandingan ini! Kami bukanlah seperti mesin!
tekun dan berusaha untuk menang! Itulah kemenagan sebenarnya!”
(ha-ha bersaudara (Togano, Kuroki, Jumonji)_ Eyeshield 21 eps 94)

"Setiap pertandingan pasti ada yang kalah dan menang. Pemenang yang sebenarnya akan selalu mengingat pelajaran dari kekalahan yang dialami.”
(Mamori_ Eyeshield 21 eps 96)

“Latihan memang penting, tapi memberikan istirahat untuk ototmu juga penting.”
(Musashi_ Eyeshield 21 eps 100)

“Kelelahan tidak baik untuk tubuh dan pikiranmu”
(Mamori_ Eyeshield 21 eps 100)

“Melawan nafsu dunia memang tidak mudah”
(Shinryuji Naga Kantoku_ Eyeshield 21 eps 111)

“Dia sangat bersemangat, tapi bertingkah kaku dan hanya berkata beberapa kata, tidak bisa melihat matanya,....inilah dampak karena sekolah laki-laki semua.”
(Shinryuji Naga Kantoku_ Eyeshield 21 eps 111)

“Kita takkan bisa merubah keadaan kalau kita tidak berubah!”
(Musashi_ Eyeshield 21 eps 113)

“Selama kita masih punya kesempatan 1% untuk menang...Aku takkan menyerah!”
(Kobayakawa Sena_ Eyeshield 21 eps 115)

“Apa yang disebut kemenangan tergantung pada kegigihan para pemain”
(Shoji ojo white knight_Eyeshield 21 eps 127)

“Jika kalian meremehkan lawan, mereka akan mengambil kemenanganmu.”
(Shin Seijuro_ Eyeshield 21 eps 128)

Kata Bijak Eyeshield 21

Author : Unknown Comments : 0



Album ini berisi postingan Admin yang mendapat like lebih dari 500 dan share lebih dari 100. paling famous dah pokoknya.

langsung meluncur ke TKP lewat sini ya :v /

Hall of Fame KKBTA ♥

Author : tiwi Comments : 0
Member Challenge kali ini menantang lebih dari 100.000 member KKBTA untuk membuat kata-kata bijak dengan tema Long Distance Relationship (LDR). Dari 220 kata bijak buatan member, terpilihlah dua orang dengan kata bijak paling kece :v 

Mata saya sampai perih milah-milah mana yang bagus. Tapi alhamdulillah, hasilnya memuaskan. Yaudah, langsung lihat aja yu dua pemenangnya :v /

----------------------------------------------------


#MCKKBTA #LDRZone

"Jangan hiraukan jarak di antara kita, jangan dengarkan kata mereka, yang perlu kau lakukan adalah mengingat cerita kita di setiap langkahmu." (Riyan Agustian) 

"Memang butuh waktu untuk menunggu dan bertemu, butuh kesabaran untuk saling mengerti keadaan, butuh kasih sayang untuk saling menjaga hati yang telah terikat. Kau jauh di sana dan kujauh di sini, lewat hembusan angin kita saling titipkan salam, melihat bintang kita titipkan sebuah harapan. Dan semua akan indah pada waktunya." (Candra Hernawan)

----------------------------------------------------

Selamat buat yang menang Challenge kali ini. Super bingit kata-katanya, yang re-share sampai 100 lebih. ckckck.

Sekali lagi, selamat :D

Ayumi

#MCKKBTA #LDRZone

Author : tiwi Comments : 0


Oleh : Mirza Zakaria (Kyosuke Gunsho/www.fanfiction.net)
(Fanfiction Terbaik 3 - Member Challenge Mei 2013)

------------------------------------------------------------------------------
Cast : Zoro (One Piece), Robin (One Piece), Sanji (One Piece), Nami (One piece)
------------------------------------------------------------------------------

Awal tahun ajaran baru sudah tiba. Ada seorang pemuda yang sangat tidak menyukai keramaian, ada juga pemuda yang hobinya sering memandangi para gadis – gadis cantik yang membuat hatinya selalu ceria. Ya dua pemuda itu adalah sepasang sahabat yang tak pernah akur dan jarang sekali mengobrol. Tetapi, saat mereka berdua di libatkan oleh sebuah masalah mereka pun bekerja sama dengan baik agar masalah yang di hadapinya pun cepat selesai.

Pemuda itu bernama Zoro dan Sanji.

Mereka berdua sekarang masih duduk di bangku sekolah kelas 2 SMA. Mereka sudah bersahabat kurang lebih sejak kelas 2 SMP. Dan pertemuan mereka pun karena satu kelompok untuk tugas mata pelajaran waktu itu. Mereka jarang sekali terlihat begitu akrab atau pun mengerjakan tugas bersama – sama. Tetapi yang sering berbicara adalah pemuda bernama Sanji.

“Oi Marimo,” sapa Sanji kepada temannya, Zoro, yang sedang asik duduk teras rumahnya. Karena jarak rumah mereka tidak terlalu jauh mungkin sekitar 10 meter.

Zoro hanya diam tak berkutik dengan panggilan yang sangat akrab di telinganya itu.

“Oi Marimo kau dengar tidak?!” kata Sanji sambil sedikit menaikkan nada suaranya.

“Apa?” sahut Zoro dengan sedikit malas.

“Sebentar lagi kita kan mau masuk ke kelas 3 untuk tahun ajaran baru ini. Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?” kata Sanji.

“Kesepakatan? Maksudmu?” jawab Zoro bingung.

“Begini kita kan sudah 2 tahun ini belum mendapatkan seorang gadis yang mau kita ajak kencan. Nah bagaimana kalau kita mencari gadis itu dan mengajaknya berkencan?” jelas Sanji.

“Kencan, mencari gadis? Kau pikir mereka benda?”

“Aah, bukan itu maksudku Marimo.”

“Terus apa maumu? si Alis Pelintir,” Zoro mengejek.

“Aku mau kita kencan dengan gadis di sekolah!”

Zoro hanya menguap mendengar penjelasan dari sanji. Sanji yang melihat itu menjadi jengkel dan sudah bersiap – siap mengangkat kaki kirinya untuk menendang Zoro.

"Taal!"

 Zoro dengan sigap mengambil sapu yang ada di sebelah dan menangkis serangan Sanji.

“heh, refleksmu masih bagus ternyata” ejek Sanji.

“memangnya kau yang hanya bisa menggunakan kaki untuk bertarung,” balas Zoro.

Mereka pun kemudian berkelahi tanpa ada habisnya. Setelah selang waktu sekitar 15 menit mereka pun berhenti akibat mereka kehabisan tenaga.

“bagaimana dengan kesepakatan kita tadi” kata Sanji sambil mengatur nafasnya karena habis bertarung dengan Zoro.

“oke aku setuju, tetapi apa sangsinya ?” jawab Zoro dengan nafas yang menggebu – gebu.

“hm, kalau yang 3 bulan ini belum dapat pasangan. Yang kalah akan membayar uang Kos selama 1 bulan pada waktu kuliah” jawab Sanji.

“oke aku setuju” belas Zoro.

Mereka pun akhirnya membuat kesepakatan. Kemudia hari yang ditunggu – tunggu telah tiba. Atau bisa disebut hari awal untuk memasuki tahun ajaran baru. Mereka pun masuk ke sekolah mereka dan dua sahabat itu pun masuk ke kelas yang sama.

Tiba – tiba mata Zoro dan Sanji terkesima dengan gadis yang masuk ke kelasnya. Kecantikkannya pun tak dapat di ungkapkan lewat kata – kata. Ya gadis yang mereka sukai adalah yang satu bernama Robin dan satunya lagi bernama Nami.

Robin yang sosoknya sedikit tinggi dari Zoro sedikit dan bertubuh yang sungguh mempesona. Dan satunya lagi adalah Nami dengan tinggi yang sedikit rendah dari Sanji. Roin disukai oleh Zoro. Dan Nami pun disukai oleh Sanji.

Dua orang sahabat itu pun saling memandang dan memberikan ancaman kalau mereka sudah menemukan pasangan untuk misi mereka.

Sanji dengan gesitnya menghampiri Nami.

‘ciih dasar orang tidak sabaran’ batin Zoro terhadap tingkah laku Sanji. Zoro hanya diam tak bergeming, tetapi dia merasakan bahwa ada sepasang bola mata yang sedang melihatnya. Ternyata yang sedang melihatnya itu adalah orang yang telah menjadi incarannya yaitu Robin. Zoro melihat sedikit kearah gadis itu dan gadis itu memberi respon senyuman manisnya kepada Zoro. Sontak Zoro pun wajahnya memerah akibat senyuman dari gadis yang menjadi incarannya itu.

--Sanji
“Halo cantik,” sapa Sanji kepada gadis berambut oranye itu.

“Ha .. halo juga,” balas gadis itu.

“Boleh tahu namamu? Aku Sanji.”

“A…aku Nami, senang berkenalan denganmu,” jawab Nami dengan sedikit gugup.

“Tak apa-apa santai saja denganku,” Sanji tersenyum ceria.

“I .. iya” sahut Nami.

Mereka pun berkenalan dan mereka pun sering bersama – sama saat istirahat saat kerja kelompok mereka selalu bersama. Tak lama selang beberapa minggu akhirnya mereka pun tumbuh rasa saling menyukai satu sama lain dan mereka tak mengetahuinya bahwa ini akan menjadi sebuah perasaan yang entah itu apa namanya. Dan yang pasti adalah banyak yang menyebutnya Cinta.

Pada saat weekend akhirnya Sanji pun memberanikan diri untuk mengajak gadis itu untuk berkencan dengannya.

“I .. itu, bolehkah aku mengajakmu keluar weekend ini ?” ajak Sanji dengan gugup meskipun dia waktu dahulu sering mengejar – ngejar gadis yang di anggapnya menarik, tetapi kali ini gadis ini sungguh berbeda dari yang lainnya.

“Ta .. tapi aku kalau keluar itu biasanya hanya untuk berbelanja,” jawab Nami, wajahnya sedikit memerah.

“Tidak apa–apa kalau bisa aku yang membelikannya untukmu,” kata Sanji menyakinkan Nami yang ada di depannya.

“Ti.. dak usah biar aku sendiri yang membeli barang–barang kebutuhanku.”

“Tidak apa–apa kok. Lagi pula mana ada lelaki yang tak ingin memuaskan hati seorang wanita,” tutur Sanji,
sontak wajah Nami memerah mendengarnya.

Memang sosok Sanji adalah pemuda dengan sedikit berkecukupan. Bisa dibilang kalau dia sebenarnya kaya, tetapi penampilannya tetap seperti orang sederhana. Nami sosok perempuan yang gila dengan berbelanja, apalagi kalau dia mendengar potongan harga (diskon) dia langsung buru–buru untuk memborong barang itu.
Weekend pun tiba mereka pun akhirnya pergi ke sebuah mall yang cukup elit. Dan mata Nami saat itu berbinar–binar penuh dengan bayangan barang–barang yang mewah. Sanji yang melihatnya pun cukup senang, tetapi Sanji waktu itu belum mengetahui Nami kalau sangat suka menghabiskan uang untuk berbelanja.

“Sanji ayo kita ke toko itu,” ajak Nami.

“Oke, oke.” Sanji hanya menurut dengan ajakan gadis yang sedang diajaknya berkencan.

“Sanji bagaimana dengan baju ini bagus tidak ?” tanya Nami kepada Sanji.

“bagus” jawab Sanji singkat.

“kalau yang ini ?” Tanya Nami lagi.

“bagus juga itu” 

“hmm semuanya kau bilang bagus terus mana yang mau di beli ?” rengek Nami kepada Sanji.

“yang itu saja baju berwarna oranye dengan motif jeruk” saran Sanji kepada Nami.

“okelah aku beli yang kau pilih saja” jawab Nami dengan penuh kegirangan. Kemudian digeseknya kartu ATM Sanji untuk  membayar baju yang di beli Nami.

Tak terasa sudah setengah hari penuh mereka berbelanja. Tak terasa pula barang belanjaan yang mereka beli sudah memenuhi tangan mereka. Tak terasa pula kartu ATM Sanji sudah mau habis. ‘gila nih cewek banyak sekali barang yang dibelinya’ batin Sanji. Sanji yang sudah tidak kuat lagi membawa barang belanjaan Nami, dan berhubung kartu ATM-nya juga mau habis. Akhirnya Sanji pun mengajak Nami pulang bahwa dia sudah merasa capek dengan barang belanjaan Nami yang dibawanya.

“Nami kita pulang saja yuk” ajak Sanji.

“ta.. tapi aku masih ingin berbelanja lagi” kata nami. ‘

gila bisa – bisa uang ludes gara – gara nih cewek’ batin Sanji.

“lihat apakah barang – barang yang banyak ini masih kurang untukmu ?” kata Sanji. Nami melihat Sanji dan barang yang dibawanya.

Akhirnya mereka pulang ke rumah sesampainya di rumah Nami. Sebelum Sanji pulang ke rumahnya. Sanji pun memberanikan diri untuk menyakan perasaannya kepada Nami. Sudah lama mereka saling meyukai tetapi mereka pun belum ada ya memberanika diri untuk mengungkapkan perasaan mereka satu sama lain. Sudah lama mereka berdua bersama – sama tetapi belum ada suatu ikatan yang mereka jalin yang lebih dari sekedar teman.

“Nami maukah kau menjadi kekasihku ?” sambil mengeluarkan bunga teratai kepada Nami.

“i.. tu aku ma…” jeda Nami. “ma.. apa ?” balas Sanji.

“maaf, aku tak bisa menolaknya jika menjadi kekasihmu” jawab Nami sambil mengambil bunga dari Sanji.

“sungguh ?” Sanji menyakinkan.

“i.. iya” jawab Nami dengan penuh senyuman.

Akhirnya mereka pun menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai. Sanji pun mendekatkan dirinya ke Nami dan memeluk Nami dengan penuh kasih sayang. Lalu di kecuplah kening Nami, bahwa itu adalah tanda kalau Sanji benar – benar menyukai Nami dan tidak ingin dia melepaskan pelukannya kepada Nami.

--Zoro
Zoro yang waktu itu sudah menemukan sosok gadis yang sangat membuat hatinya berdebar – debar. Dengan penuh hati – hati Zoro pun mematai – matai gadis itu. Kemanapun gadis itu pergi Zoro mengikutinya. Lain halnya kalau gadis itu sedang pergi ke suatu tempat yang ingin dimasuki gadis itu seorang (tau kan maksud saya).

Gadis itu sebenarnya sudah tau kalau dia sejak pertama kali bertatapan dengan pemuda itu, sudah menjadi incaran pemuda itu. Dia pun sudah tau kalau selama ini dia telah di ikuti terus oleh pemuda berambut hijau itu. Tetapi dia suka kalau sekarang ada yang memperhatikannya. Memang dulu dia sering pergi sendirian tanpa di ketahui oleh orang lain. Saat ini gadis itu malah senang kalau di dunia ini benar – benar ada yang mengkhawatirkannya.

Pada saat liburan panjang gadis itu membuat sebuah catatan harian untuk acara nanti waktu libur panjang. Dia pun berniat pergi ke suatu tempat dimana tempat itu berisi banyak sekali informasi yang ingin dia ketahui. Karena informasi itu sangat di perlukan agar tidak ketinggalan dengan berita apa yang sudah terjadi di masa lalu ataupun masa sekarang.

Memang hobinya yang paling menonjol adalah membaca, karena dengan membaca dia pun akan mengetahui berbagai hal yang sudah terjadi di dunia ini. Tetapi dia masih belum mengetahui apa yang sudah terjadi di masa lalu. Karena menurutnya masa lalu itu adalah sebuah mistery apalagi masa yang akan datang.

Robin pertama kali mengenal Zoro, saat Zoro mengobrol dengan orang yang bernama Sanji. Katanya Zoro dan Sanji adalah dua orang sahabat yang tak pernah akur. Tetapi persahabatan mereka tak bisa dikatakan lagi. Sanji pemuda dengan rambut kuning dan mata sebelah kirinya tertutupi oleh rambutnya. Entah kenapa mata kirinya itu selalu ia tutupi dengan rambutnya.

Zoro saat itu sedang berbincang dengan Sanji. Perbincangan mereka pun sering di sisipi dengan adu pendapat. Robin yang melihat tingkah laku mereka hanya bisa tersenyum ceria. Suatu hari Zoro dimintai tolong seorang nenek yang ingin berbelanja membeli sebuah makanan untuk hewan peliharaannya. Zoro yang kelihatannya bodoh tetapi dia tetap saja mengerti apa yang di katakan nenek itu.

Zoro pun menolong nenek itu. Sekarang giliran Robin yang memata – matai Zoro. Zoro dengan santainya berjalan ke toko hewan untuk membeli makanan hewan peliharaan nenek tadi. Sesudah Zoro membeli makanan buat peliharaan sang nenek, Zoro mencari nenek itu. Tetapi nenek itu tidak di temukan oleh Zoro. Padahal nenek itu berada di seberang jalan untuk duduk dan menunggu kedatangan Zoro. Zoro pun mencari nenek itu ke segala tempat hingga sore menjelang. Sang nenek yang cukup lama menunggu, akhirnya nenek itu pun mencari Zoro.
Mereka berdua saling mencari, nenek yang berada di seberang jalan. Dan Zoro tetap mencari di seberang jalan nenek tersebut. Robin yang melihat kejadian itu hanya bisa tertawa geli melihat kejadian itu. Akhirnya Robin pun membantu sang nenek dengan menunjukkan keberadaan Zoro. Nenek itu pun sadar bahwa dia yang harus menemui pemuda bernama Zoro itu.

Nenek pun sudah menyebrang jalan dan ditepuklah pundak Zoro yang lumayan tinggi dari pundak nenek itu. Zoro pun terkaget atas perbuatan nenek itu.

“kau habis dari mana nenek ?” tanya Zoro pada nenek itu.

“aku ada di seberang jalan nak” jawab nenek sambil menunjuk tempat asal dia tadi.

“kalau mau berpindah bilang dong nek” kata Zoro sedikit kesal atas perbuatan nenek tadi. Nenek itu hanya tersenyum.

“kalau begitu kenapa nenek bisa kesini ?” tanya Zoro lagi.

“itu tadi ada seorang perempuan yang cantik menunjukkan kepada nenek bahwa kau sudah ada disini”.

“boleh tau siapa peremupan yang nenek bilang tadi ?”  tanya Zoro.

Nenek itu pun menunjuk sosok perempuan yang sudah cukup menjauh dari hadapan Zoro. Sepertinya perempuan itu tak asing bagi matanya.

Akhirnya Zoro meninggalkan sang nenek dan segera mengejar perempuan itu. Tetapi perempuan itu sendiri sudah dikejar oleh dua orang pemuda yang mempunyai niat jelek kepada Robin. Robin pun diserang oleh dua pemuda tadi. Zoro yang melihatnya pun tak ambil pusing dikerjarlah Robin dan langsung melindungi Robin dari ancaman para pemuda – pemuda berandalan.

Robin yang melihat Zoro pun hanya diam tak berkutik, dia hanya terkesima melihat sosok Zoro yang sudah ada di dalam pelukan lelaki itu.

“kalian jangan macam – macam dengan gadis ini, dia sudah menjadi incaranku sejak dulu” kata Zoro kepada pemuda berandalan.

“hah, incaranmu ? coba lawan kami kalau kau bisa !” balas salah seorang dari dua orang berandalan tadi.
Zoro pun meminta Robin untuk pergi ke belakangnya, karena Zoro tak ingin gadis itu kenapa – napa. Robin pun hanya menuruti kemauan Zoro. Zoro yang pandai memainkan barang menjadi sebuah pedang dengan sigap dia mengambil sebuah balok kayu yang ada di dekat tempat sampah yang berada di sebelah kirinya.

Lagi – lagi Robin yang melihat aksi Zoro hanya bisa diam tak berkutik. Dengan kelihaian Zoro dalam memainkan balok kayu sebagai senjatanya bisa menghalau serangan para preman itu. Sepertinya Zoro memperlakukan balok kayu itu sama halnya dengan sebuah pedang.

Zoro berhasil memenangkan pertarugan dengan para berandalan. Luka yang dialami oleh Zoro pun tidak sebegitu parah hanya terdapat bekas – bekas tonjokan di pipi dan goresan – goresan kecil di lengan kanan Zoro.

Robin pun membawa Zoro ke rumahnya. Dengan penuh hati – hati Robin pun membersihkan luka Zoro. Agar luka Zoro tidak terkena Infeksi. Tetapi tiba – tiba Zoro memeluk Robin, Robin pun tersentak kaget.

“apa yang kau lakukan ?” kata Robin .

“aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepadamu” jawab Zoro.

“Robin ada yang ingin aku katakan padamu” tanya Zoro.

“Apa itu Zoro ?” Tanya Robin.

“aku sudah lama suka kepadamu, dan saat kau diganggu oleh berandalan itu aku menolongmu dan mencoba menunjukkan padamu bahwa aku akan melindungimu walau nyawaku terancam” ungkap Zoro kepada Robin.
Robin pun menitikkan air matanya atas perkataan Zoro. Air mata ini adalah air mata kebahagiaan dia belum pernah mendengarkan kata – kata itu dari orang lain, kecuali pemuda yang ada di depannya. Robin pun juga sudah lama meyukai Zoro. Akhirnya Robin pun membalas pelukan yang di berikan oleh Zoro. Sebagai tanda bahwa Robin juga telah menyukai Zoro dari dulu.

“adu .. aduh jangan keras – keras meluknya, ini masih sakit” ronta Zoro kepada Robin.
Robin pun tersenyum kepada Zoro.

“akan ku obati lukamu” jawab Robin penuh dengan senyuman misteriusnya. Zoro pun bingung tetapi tiba – tiba bibir mereka pun saling menempel  dan terciptalah ciuman yang menjadi awal kisah – kasih Cinta mereka.

Akhirnya dua sahabat tadi mendapatkan pasangan hidup masing – masing dan berbahagia selamanya. Dari mulai kesepakatan untuk memulai mencari pasangan. Ternyata malah berbuah menjadi sebuah kisah Cinta Kasih yang abadi sampai akhir hayat mereka.

END

------------------------------------------------------------------

Tentang Penulis 

Nama M. Irfandi Zakaria. Lahir di kedri dan bertempat tinggal di Surabaya. Tahun 1996 lahir. orang yang sangat tertutup dan tidak sebegitu suka dengan keramaian. Berkenalan dengan dunia menulis saat ada teman yang tiba-tiba menunjukkan sebuah website yang menjurus kepada FanFincition. Kalau karya menulis masih tidak begitu banyak. Jika ingin berkenalan silahkan ke : Facebook : irfandizakaria@yahoo.com Twitter : @mirfandiz

Hunting Girl Friend

Author : tiwi Comments : 0
oleh : Kanetha Nissa Putri
(Fanfiction Terbaik 2 - Member Challenge Mei 2013)

--------------------------------------------------
Cast : Light Yagami (Death Note), Misa Amane (Death Note) 
--------------------------------------------------

“Jika aku masih diberi waktu untuk dapat mencintaimu, akan kugunakan semua waktuku hanya untukmu. Namun sekarang waktu sudah tidak mau berpihak padaku, bahkan waktu sudah tidak mengizinkanku walau hanya untuk sekedar menggagumimu. Ini memang salahku telah mempermainkan waktu dan melukaimu di masa lalu.”
***
Semburat lembayung sudah menghiasi cakrawala. Sore pertama di musim semi sudah dimulai, lalu lalang penduduk Tokyo sudah memenuhi jalan setapak mungkin juga karena bertepatan dengan waktu karyawan pulang dari rutinitas kerja.
Namun itu tidak berlaku untuk seorang laki-laki yang masih berkutat dengan tumpukan kertas di atas mejanya. Papan nama terpajang manis bertuliskan Presdir dan berukirkan nama Light Yagami. Pria itu tengah menandatangani beberapa berkas-berkas penting dimejanya.
“Tok…tok...tok!”
Suara ketukan pintu menghentikan aktifitasnya sejenak untuk sekedar melirik asal suara dari balik pintu.
“Masuk,” suara serak yang khas itu keluar dari bibir tipis Light.
“Maaf Tuan, nanti pukul delapan malam ada undangan makan malam dari kedutaan Rusia sekaligus untuk membicarakan proyek kerja sama yang akan kita jalin,” ujar sekertaris cantik itu.
“Dimana kita akan mengadakan pertemuan?”
“Di Greates resto.”
“Baiklah, kamu boleh kembali ke ruangan.”
“Baik Tuan.”
**
Dentingan jam terus bergerak setiap waktu, tak terasa sekarang sudah menunjukan pukul 19.45. Di sudut resto yang bernuansakan modern itu, Light Yagami sudah duduk menunggu kliennya.
“Maaf Tuan, saya terlambat. Apa anda sudah menunggu lama?” ujar wanita cantik yang baru datang itu.
“Oh, tidak.”
Light mendongak melihat kliennya, namun apa yang dia dilakukan?
Light hanya diam terpaku melihat kliennya yang ternyata Misa Amane, gadis masa lalunya yang menghilang hampir 2 tahun ini. Begitu juga dengan Light, Misa juga hanya duduk dalam diam
“Bukankah kau tidak suka membuat orang lain menunggu?” Light mencoba mencairkan suasana.
“Maaf Tuan, kedutaan Rusia tidak dapat menemui Anda dalam waktu dekat ini. Karena masih ada kepentingan yang harus diselesaikan,” Misa mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa kau menghilang selama ini?”
“Apa yang Anda bicarakan tidak ada sangkut pautnya dengan proyek akan kita jalankan Tuan.” Misa terus mencoba mengalihkan pembicaraan
“Kau hanya perlu menjawab, tak perlu mengalihkan pembicaraan.” Wajah Light mulai memerah menahan amarahnya.
“Cih! Kau tak pernah berubah,” desis Misa.
“Kau hanya perlu menjawab!”
“Apa dengan aku menjawab kau bisa mengerti?! Apa dengan menjawab, kau bisa percaya?! Dan apa dengan aku menjawab, semua akan kembali?! Tidak!!!”
“Mana mungkin aku bisa mengerti dan percaya jika kau hanya diam.”
“Karena diam cara hatiku berbicara apa yang sebenarnya.”
Misa melangkah pergi meninggalkan resto. Tapi langkahnya terhenti seketika, begitu Light tiba-tiba mencengkram lengannya dan menyeretnya ke mobil.

**

Tak lama mobil Light sudah sampai di sebuah gereja yang cukup mewah, gereja yang pernah mereka gunakan untuk mengucap janji sakral di depan Tuhan.
“Di sini aku mengucap janji dan apa aku melanggarnya sampai-sampai kau pergi meninggalkanku? Kalau iya, biar di sini juga Tuhan menghukumku di depanmu…” Light duduk tertunduk di depan Misa, air mata yang sedari tadi Misa tahan akhirnya jatuh juga. Tetesan demi tetesan terus mengalir di pipinya bagai sungai-sungai kecil.
“Kau tidak pernah melanggar janji,” lirih Misa seraya melangkahkan kaki meninggalkan gereja.
“Tapi kenapa kau menyiksaku seperti ini? Kemana Misa yang kuanggap malaikat? Kenapa malaikatku yang dulu berubah menjadi iblis?!” teriak Light menghentikan langkah Misa.
“Aku meninggalkanmu karena aku sudah terlalu lelah Light…”
“Apa aku terlalu keterlaluan?”
“Bukan kau, tapi keluargamu,” ujar Misa dengan terisak.
“Keluargaku?” tanya Light bingung, ia berjalan mendekati Misa.
“Kalau sejak awal keluargamu tidak setuju kau menikahiku, kenapa mereka tidak melarangmu? Kenapa mereka harus menyiksaku?” Misa terduduk di lantai.
“Apa mereka melukaimu?” Light menguncang-guncang pundak Misa.
“Mereka tidak menyiksa fisikku tapi batinku. Aku lelah jika harus tersenyum menyembunyikan tangisku. Hatiku terlalu sakit Light… Kau selalu percaya pada keluargamu, tapi kau tak pernah mau peduli kalau aku yang terluka di sini. Masih banyak yang bisa kau percaya selain keluargamu, mereka memang keluarga tapi belum tentu mereka akan baik padamu,” lanjut Misa, ia segera bangkit dan langsung beranjak meninggalkan Light yang merasa bersalah.
Misa berlari menuju taman bunga tulip di belakang gereja, dia jatuh terduduk dan terus terisak. Ia memandang hamparan bunga tulip yang warna-warni.
“Mungkin aku akan sangat bahagia jika aku sepertimu bunga tulip, kau memiliki warna yang indah untuk mewarnai setiap waktu di hidupmu, kelopak bungamu yang menguncup begitu indah tidak akan ada orang yang menghinamu karena kau terlalu indah untuk dihina,” tutur Misa pelan.
Di sisi lain Light memperhatikan Misa dari balik tembok gereja, dia hanya diam dan terus diam, tak berani melangkahkan kaki mendekati Misa, dia terlalu malu untuk sekedar mendekap Misa.
“Aku memang lelaki pecundang yang membiarkan orang yang kucintai menangis,” gerutunya.
Tanpa Light sadari Misa berjalan melewatinya, namun dia hanya diam dan bersikap acuh.
“Kumohon maafkan aku…” ujar Light sukses menghentikan langkah Misa.
“Apa ini yang dilakukan manusia seterusnya? Meminta maaf setelah berbuat salah,” ketus Misa.
“Kau ingin manusia yang seperti apa? Manusia bukan robot yang bisa dikendalikan agar tidak berbuat salah. Mereka tidaklah sempurna,” Light membela diri.
“Manusia tahu dia tidak sempurna, tapi mereka hidup seolah-olah yang paling sempurna.”
“Apa yang bisa kulakukan agar kau memaafkan aku? Apa perlu aku bersujud dan mencium kakimu?”
“Kau cukup ceraikan aku dan pergi meninggalkanku.”
“Itu tidak akan terjadi!” bentak Light.
Misa tersenyum tipis, tanpa menggubris kata-kata Light, ia berjalan meninggalkan area gereja.
Di luar sana, hujan semakin deras. Dengan langkah gontai Misa menyusuri kota Tokyo seorang diri. Seperti orang buta yang tidak pernah melihat indahnya dunia, seperti orang tuli yang selalu hidup dalam sunyi, Misa tidak memperhatikan sekelilingnya.
Sampai ada sebuah mobil boks yang melaju kencang dari arah berlawanan, entah apa yang sebenarnya terjadi hingga tubuh Misa terpental, kepalanya membentur trotoar jalan.
Light yang sedari tadi mengikuti Misa dari dalam mobil langsung berlari menghampiri misa. Darah yang bercucuran sudah bercampur dengan air hujan menambah perih luka di hati Light.
“Kau tidak pergikan?? Kau sedang bersandiwara agar aku meninggalkanmu kan?? Kumohon bangun dan hukum aku biar kau puas!!” Light menampar-nampar wajah Misa, ia tidak percaya Misa telah meninggalkannya.

END
------------------------------------------------------------------

Tentang Penulis

Kanetha Nissa Putri. Gadis 16 tahun yang terlahir di Jakarta. Dia anak ke 3 dari 3 bersaudara memiliki hobi menulis dan mendengarkan musik. "Love Death Note" adalah cerpen pertama yang dipublikasikan, selalu mencari inspirasi dari lagu-lagu yang sering didengarkan kemampuan menulis cerpen nya hanya sampai cerita yang bergenre romance 

Love Death Note

Author : tiwi Comments : 0
Oleh : Jessica HaksT’no

(FanFiction Terbaik 1 Member Challenge KKBTA Mei 2013)

------------------------------------------------------------------
Cast : Okazaki Tomoya (CLANNAD) | Kasumi (Flame of Recca)
------------------------------------------------------------------

“Huh..membosankan.” Hela nafasku terdengar berat di antara keramaian disekitar. Aku,  Okazaki Tomoya, seorang murid SMU dari Tokyo yang kini sedang menjalani study tour di sebuah hutan lindung di kawasan di luar Tokyo. Study tour yang sangat dinantikan oleh siswa kelasku tapi terasa hampa bagiku. Mungkin karena aku memang tidak suka bersosialisasi. Entah sejak kapan, aku mulai menganggap dunia ini sampah yang dipenuhi makhluk kotor macam manusia. Karena itu, aku sama sekali tak berniat untuk berhubungan baik dengan mereka.
“Hei, Okazaki-san, kali ini kau dapat tugas mengambil air untuk memasak. Cepat lakukan!” 
Suara seorang gadis yang tak lain ketua kelompokku memperburuk suasana hatiku sore itu. Namun aku tak mau berdebat panjang lebar dengannya. Segera kuambil ember yang ditunjuknya dan melangkahkan kakiku pergi.
Sepanjang perjalanan, aku terus berpikir sambil mengutuk diriku sendiri. Aku menyesali kehidupanku. Aku terus melamun, dan tak menyadari bahaya di depan mataku. Tanpa sadar, kakiku melangkah melewati sebuah lereng, yang membuatku terjatuh dengan cepat.
“Mungkin inilah akhir hidupku.” gumamku perlahan sambil menutup mata.
Bruuk! suara debam yang keras menghilangkan sejenak kesadaranku. Apa aku sudah mati? Perlahan kucoba membuka mataku. Gelapnya malam seakan menyadarkanku. Aku tak merasakan sakit yang parah, hanya rasa nyeri di pergelangan tangan. Jadi kucoba untuk bangun dari posisiku.
“Untunglah aku terjatuh di atas rumput yang tebal..” pikirku dengan lega. Tiba-tiba kulihat seorang gadis bergaun putih duduk di sebelahku.
 “Aah…apakah kau malaikat? Jadi aku sudah mati?” Aku bertanya dengan suara pelan. Gadis itu hanya menggeleng sambil terus memandangiku.
 “Kalau begitu, kau pasti hantu, dan aku menjadi arwah penasaran disini.”
Gadis itu kembali menggeleng, sembari mencubit pipiku dengan keras.
 “AAUUW!! Hei sakit tahu!! Apa yang kau lakukan??” Dia memandangku dengan wajah polosnya. Sesaat, aku menyadari, bahwa aku belum mati. Dan gadis di depanku ini juga bukan arwah penasaran. Maka, kuberanikan lagi diriku untuk bertanya.
 “Hmm..kau tahu jalan keluar dari sini?” Gadis itu mengangguk. Dia memandang kearah samping sambil berdiri . Perlahan aku pun mencoba untuk berdiri, walau rasa sakit kembali menjalar ke seluruh tubuhku. Sejenak aku terkejut. Gadis itu menarik tanganku dan berjalan perlahan. Dengan sedikit ragu aku mengikutinya. Beberapa puluh langkah kulalui, dan kini aku terkesiap melihat adegan di depanku. Ribuan kunang-kunang tampak berkeliling di sekitarku, memunculkan pemandangan yang luar biasa.
 “Indah sekali..” desahku perlahan. Aku melihat kearah samping, dan gadis itu tersenyum melihatku. Senyuman polos yang sangat manis. Kini aku bisa melihatnya dengan jelas. Dia sangat cantik. Rambutnya hitam panjang dan matanya biru jernih. Dia kelihatan lebih muda dariku. Mungkin kami terpaut 1 atau 2 tahun. Sesaat aku terpesona melihatnya. Tapi dengan cepat dia kembali menarik tanganku, menuntunku ke arah sebuah sungai kecil yang cantik, di mana lebih banyak kunang-kunang berkumpul di sana.
 “Ehm.. Kau yakin ini jalan keluarnya?” tanyaku ragu. Dia mengangguk dan menunjuk kearah sebuah jalan setapak yang sempit. Tampaknya gadis ini tak bisa bicara.
 “Terima kasih banyak , siapa namamu?” Saat kutanyakan hal itu, dia hanya mendekat sambil memberikan sekuntum bunga putih kecil yang cantik. Di bawah langit malam, aku tak bisa mengidentifikasikan bunga apakah itu. Aku pun tak punya pilihan lain dan memasukkan bunga itu ke kantungku dan kembali berjalan sendiri melewati jalan setapak itu.
Beberapa saat kemudian, aku berhasil kembali dengan selamat ke camp-ku. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan. Bukannya menyambutku, teman-temanku justru memandang ke arahku dengan mata dingin. Hingga kemudian guru pembimbingku datang dan dengan kasar memarahiku. Sungguh, aku merasa sangat buruk saat itu. Dan setelah kemarahan guruku mereda, aku segera berlari masuk ke kemahku.
 “Apa mereka tidak lihat tubuhku kotor dan penuh luka? Tidak adakah rasa kasihan di hati mereka? Dasar iblis! Untung saja study tour ini hanya berjalan 3 hari. Dan aku benar-benar ingin segera menyudahi kegiatan bodoh ini!” Aku terus mengomel sampai menyadari, sekuntum bunga putih jatuh dari sakuku. Kudekatkan senterku dan kuamati bunga itu dengan seksama.
 “Ini..bunga kasumisou bukan? Apa maksudnya?”

**

Pagi tanpa hujan. Dengan cepat kutarik badanku dan bersiap-siap. Namun ketika aku keluar dari kemahku, tak seorang pun berada di sana. Yang kulihat hanyalah seorang kakek tua yang sedang menyapu halaman dengan asyiknya.
 “Ooh, kau sudah bangun. Tadi gurumu mengatakan kalau kau dihukum tidak boleh mengikuti tour hari ini karena keterlambatanmu kemarin. Dan mungkin mereka baru akan kembali sore nanti.” Kakek tua itu berbicara dengan cukup ramah. Tapi keramahannya tidak cukup untuk menyembuhkan rasa kesal dalam hatiku. Hingga aku teringat akan gadis yang kutemui kemarin.
Siapakah dia sebenarnya?. Untuk mengusir rasa kesal sekaligus menjelaskan kebingunganku, aku pun mulai menapaki jalan yang kemarin kulewati. Perlahan, kukeluarkan lagi bunga yang ada di kantungku itu.
Kasumisou?
Apakah bunga ini berhubungan dengan namanya? Saat aku meneruskan pikiranku, aku mendengar sebuah senandung merdu di dekatku.
“Gadis itu lagi!” Jantungku berdetak cepat. Perlahan kudekati dia.
“Ehm..hai..” Suaraku terdengar bergetar. Kemudian kulihat gadis itu memalingkan wajahnya  dan tersenyum padaku.
“Anu..soal bunga kemarin..”
Belum sempat kuselesaikan perkataanku, tiba-tiba dia menarik tanganku dan berlari dengan cepat. Mau tak mau aku mengikutinya. Langkahnya yang kecil cukup memudahkanku untuk terus mengejarnya. Dan kemudian dia menghentikan kakinya. Perlahan, dia menyibakkan semak-semak di depan kami dan menarikku untuk masuk. Setelah berhasil melewatinya, aku melihat sesuatu yang hebat.
Hamparan rumput yang luas dan ditutupi ilalang yang cantik membentang dihadapanku. Banyak bunga bertebaran di sana, membuat segalanya tampak begitu memikat. Udara yang berhembus pelan juga terasa sangat nyaman. Pendek katanya, tempat itu bagaikan surga. Beberapa saat aku kehabisan kata-kata. Tapi begitu melihat gadis itu berlari ke tengah rerumputan, aku langsung tersadar.
 “Namamu…Kasumi-kah?” aku bertanya padanya. Dia hanya mengangguk cepat dan tersenyum padaku. Melihatnya begitu bersemangat membuat bibirku sedikit terangkat. Kupetik sekuntum bunga yang indah. Perlahan aku memasangkan bunga itu di daun telinganya.
 “ Cantik sekali..” desahku perlahan. Gadis itu menunjukkan senyum yang polos, sambil kembali berjalan ke depan kumpulan bunga kasumisou. Dia memandangku dengan lembut kemudian menunjukku seakan-akan dia ingin tahu siapa diriku
“Namaku Okazaki Tomoya, dari Tokyo. Senang berkenalan denganmu, Kasumi-san.”
 Kasumi tersenyum, tapi sesaat kemudian dia menggeleng. Aku tak paham maksudnya. Kemudian dia memintaku untuk memanggilnya lagi.
 “Kasumi-san?” kukeluarkan suaraku. Dia kembali menggeleng.
 “ah.. Kasumi-chan?” kataku ragu. Gadis itu mengangguk dengan senang sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya yang cantik. Aku tertawa melihat tingkahnya. Bersama Kasumi membuat perasaanku membaik. Beberapa saat kulewati dengan gembira, sampai aku melihat dia memandangi sesuatu dengan murung.
 “Ada apa?” tanyaku dengan lembut. Dia hanya menggeleng dan kembali memandang kearah yang sama. Dia berjalan ke depan sebuah pohon.
Dengan pelan ditunjuknya sebuah ukiran di batang pohon itu. Aku hanya tertegun membacanya.  
 “Burung yang tak bisa terbang, apakah masih disebut burung?” Kucoba mengucapkan tulisan yang ditunjuknya. Dan saat aku menoleh ke Kasumi, dia hanya memandangku dengan wajah penuh kesedihan. Aku hanya terdiam tanpa bisa mengucapkan apa pun.
 “Tampaknya kau punya masa lalu yang suram, sama sepertiku.” Akhirnya aku angkat bicara. Dia hanya melihatku dengan pandangan yang suram.
 “ Dulu..” aku mulai menceritakan masa laluku.
 “Dulu, aku termasuk anak yang periang dan mempunyai banyak teman. Keluargaku sangat bahagia. Ayah dan ibuku hidup rukun dan sangat menyayangiku.”
 “ Tapi, sejak saat itu, kehidupanku berubah.” lanjutku.
 “Perusahaan ayahku bangkrut. Ayah dan ibuku sering terlibat pertengkaran. Mereka mulai melupakanku. Dan tepat di hari ulang tahunku yang ke 11, ibuku meninggalkan kami. Sejak saat itu ayahku mulai mabuk-mabukkan, dan setahun kemudian, dia meninggal.”
Kasumi melihatku tanpa berkedip. Dia seakan ikut merasakan kesedihanku.
 “Sejak saat itu, aku tinggal bersama kerabatku. Tapi mereka sama sekali tak pernah memperdulikanku. Yang mereka pikirkan hanya mencari uang. Bahkan uang asuransi ayahku mereka ambil seenaknya.  Lalu, aku mulai menganggap dunia ini sampah. Dunia yang dipenuhi makhluk-makhluk yang tak punya perasaan ini hanya berisi penderitaan. Karena itu, aku tak tertarik untuk berteman dengan siapa pun. Karena aku tahu, di dunia ini tak ada yang bisa kupercaya.” Kuakhiri kisahku. Kupandang lagi gadis disebelahku. Dia tak menunjukkan ekspresi apa pun.

“ Kau... puas?” Sebuah suara kecil terdengar pelan. Aku terkejut.
 “Kau-kah yang bicara, Kasumi?? Kukira kau tak bisa bicara??” Aku bersiap memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Tapi Kasumi menutup bibirku dengan cepat.
 “Aku tak pernah bilang kalau aku tak bisa bicara.” Dia menjawabku dengan tegas.
 “Lalu kenapa kau tak pernah bicara padaku?” Aku mulai merasa tak sabar.
 “Karena aku tak ingin bicara.” Jawabannya membuatku benar-benar bingung.
 “Apa kau puas dengan kehidupanmu yang sekarang?” Dia mengulang pertanyaan yang sama. Aku terdiam.
“Ya..mungkin.“ Aku menelan ludah. Mungkin. Aku masih belum yakin bahwa inilah yang kuinginkan. Aku sendiri tidak pernah merasa bahagia.
 “Kau tidak puas. Aku tahu sebenarnya kau sangat ingin kembali ke kehidupanmu yang dulu. Semua itu terlihat di matamu, Tomoya-kun.” Kasumi menatapku dengan tajam. Seakan dia mengerti segalanya tentangku. Aku menutup mataku dan memikirkan perkataannya.
 “Ya, kau benar Kasumi-chan. Aku memang munafik. Aku ingin hanya ingin sebahagia dulu.” Akhirnya aku mengakui perasaanku.
 “Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tak tahu harus menjadi seperti apa untuk mengembalikan kehidupanku.” lanjutku. Kasumi tersenyum tipis. Dia memegang kedua tanganku dengan lembut. Suaranya yang manis kembali menyentak dadaku.
 “Percaya. Hanya itulah jalan satu-satunya. Kau harus belajar untuk percaya pada seseorang.”
Aku menunjukkan tatapan tidak setuju. Tapi dengan segera dia melanjutkan kata-katanya.
 “ Aku tahu kau sudah terlalu banyak menderita. Tapi itu bukan alasan untuk menutup hatimu. Memang kita tak boleh sepenuhnya percaya pada orang lain. Tapi cobalah berikan sedikit rasa percaya itu, maka kau juga akan mendapatkan rasa percaya dari mereka.”
Aku termenung. Mungkin ada benarnya ucapan Kasumi.
 “Baiklah, aku percaya padamu, Kasumi” Akhirnya untuk pertama kalinya setelah 5 tahun, aku mengucapkan kata itu. Wajah Kasumi terlihat gembira. Matanya berbinar dengan indah. Dan aku baru menyadari, beribu kunang-kunang kembali terbang ke sisi kami, menandakan hari mulai malam.
 “ Ah, tampaknya aku harus segera kembali. Besok aku akan datang lagi. Sampai jumpa.”
Kasumi kembali tersenyum padaku sembari melambaikan tangannya. 
Aku sedikit lega saat melihat bus sekolahku baru saja kembali. Dan artinya aku tiba tepat waktu. Kulihat wajah-wajah yang puas turun dari pintu bis. Aku menghela nafas. Beberapa menit kemudian, mereka mulai sibuk mengurusi makan malam. Saat kupalingkan wajahku, kulihat ketua kelompokku sedang kesulitan menyiapkan api unggun.
 “Percayalah!” Aku teringat perkataan Kasumi. Tanpa membuang waktu segera kuhampiri dia.
 “Butuh bantuan?” kucoba bertanya dengan ramah.
 “Oh, Okazaki-san. Sepertinya iya. Bisakah kau membantuku?” Aku mengangguk. Dengan cepat dan hati-hati aku membantu pekerjaannya hingga selesai.
 “Terima kasih banyak, Okazaki-san, dan aku punya sedikit oleh-oleh untukmu” Gadis itu mengeluarkan sebuah kotak berisi kue-kue kecil.
 “Aku minta maaf, kemarin aku menuduhmu yang tidak-tidak. Setelah kupikir lagi, kau tak mungkin kabur begitu saja meninggalkan tanggung jawabmu.” Wajahnya terlihat menyesal.
 “Berikan sedikit rasa percaya itu, maka kau juga akan mendapatkan rasa percaya dari mereka” Kini aku memahami perkataan Kasumi. Aku pun menerima hadiah itu dan tersenyum.
 “Terima kasih.” Aku mengucapkan kata-kata itu. Wajah ketua kelompokku langsung berubah. Dia terlihat lega. Setelah itu pun, aku mulai bisa berinteraksi dengan baik dengan teman-temanku. Dan untuk pertamakalinya setelah sekian lama, aku merasakan  dunia bersahabat denganku.
**
Pagi yang indah, hari terakhir dari study tour-ku, yang berarti hari terakhirku bertemu dengan Kasumi. Entah perasaan apa ini, tapi aku benar-benar tak ingin berpisah dari Kasumi. Aku mulai menyadari bahwa Kasumi sangat berharga bagiku. Rasa ini bukan rasa terima kasih. Dan rasa itu mendorongku untuk diam-diam meninggalkan teman-temanku. Aku berlari melewati jalan setapak yang penuh kenangan itu sambil menggenggam sebuah kotak kecil di tanganku. Setelah lama mencari, akhirnya aku menemukan Kasumi sedang melamun di depan pohon berukiran itu. Perlahan kudekati dia dan kuelus perlahan kepalanya. Dia terlihat terkejut dan berbalik ke arahku, dan memberikanku senyuman yang kusukai.
 “Hai..” sapaku perlahan. Kasumi hanya memandangku dengan lembut lalu kembali berpaling kearah ukiran tersebut.
 “Burung yang tak bisa terbang, apakah tetap menjadi burung?” Tanyanya tanpa menoleh.
 “Yah..bagiku tanpa sayap pun mereka tetaplah burung.” Aku berkata santai. Kasumi menoleh. Dia menatapku dengan tajam.
 “Mengapa?” tanyanya tanpa basa-basi.
“Karena bagiku, sayap bukanlah satu-satunya identitas seekor burung. Walau tanpa sayap, mereka masih memiliki kaki. Mereka juga masih bisa berkicau dengan paruhnya. Walau tanpa sayap, mereka masih memiliki banyak kelebihan yang membuatnya bersinar.”
Kasumi tersenyum.
 “Apakah makhluk yang tidak diharapkan sepertiku masih pantas untuk hidup?” tanyanya lagi. Aku terhenyak.
“Apa maksudmu?” tanyaku dengan bingung. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Tapi matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.
 “Tak apa-apa, terima kasih Tomoya-kun” Dia berusaha menutupi kesedihannya. Walau aku tak paham, tapi aku tak mengungkitnya lagi.
 “Tidak, Kasumi. Akulah yang seharusnya berterima-kasih padamu.” Perlahan kubuka kotak kecil yang kugenggam. Terlihatlah sebuah cincin kecil yang cantik. Cincin yang kubeli di toko aksesoris di dekat perkemahanku.
“Kasumi, ikutlah denganku. Aku akan membawamu ke Tokyo bersamaku. Karena.., aku benar-benar tak ingin berpisah darimu.”
Aku menatap mata Kasumi. Dia hanya terdiam. Aku melanjutkan kata-kataku.
 “Aku, sejak bertemu denganmu, aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku. Dan sekarang aku sadar.” Aku menghela nafas.
 “Aku tak bisa hidup tanpamu”
Kasumi tak menjawab apa pun. Dia hanya menunjukkan pandangan yang sedih.   
 “Kau mau mendengarkan kisahku?” tanyanya dengan murung. Aku mengangguk. Kemudian dia meneruskan kalimatnya.
 “Dahulu ada seekor anak burung yang dibuang, hanya karena dia berbeda. Dia tak memiliki“sayap”, dan tak bisa terbang seperti anak lainnya. Saat dia jatuh dari sarang, tak ada seorang pun yang mencarinya. Dan hingga saat kematiannya, dia menyadari. Tak akan ada yang menangisinya,karena dia tak pernah diharapkan.” Kasumi kembali memandangku dengan sedih.
 “Akulah burung itu.”
Kisah Kasumi membuatku tersentak. Gadis kecil ini ternyata memiliki masa lalu sesedih itu. Entah kenapa, tanganku bergerak sendiri dan memeluknya.
 “Kau mengatakan bahwa tak akan ada seorang pun yang menangisimu, Kau salah!”


“ Walau hanya satu orang, tapi pasti ada yang akan bersedih saat kau pergi.”
Mendengar perkataanku, dia kembali terdiam.
 “Dan bila memang tak ada seorang pun yang mengingat dan memperdulikanmu,”
 “Maka akulah yang akan menangis untukmu.”
Gadis itu tersentak.
 “Akulah yang akan merindukanmu saat kau pergi. Akulah yang akan cemas saat kau sakit. Akulah yang akan menjagamu siang dan malam. Akulah yang akan jadi kekuatanmu.”
Mata Kasumi mulai basah. Beberapa isakan terdengar dari mulut kecilnya.
 “Semua itu akan kulakukan, Tidak, apa pun akan kulakukan untukmu.”
 “Karena,  AKU MENCINTAIMU, Kasumi.”
Maka meledaklah tangis gadis polos situ. Tangisannya yang keras membuatku mendekapnya lebih erat. Hingga tangisnya berhenti, aku akan tetap disampingnya.
Beberapa waktu terlewati. Kasumi mulai bisa mengendalikan air matanya. Kami berpandangan cukup lama. Dan akhirnya, kami pun tertawa bersama-sama.
 “Ikutlah denganku, Kasumi. aku akan menjagamu dengan seluruh hidupku.” Aku memasangkan cincin itu ke jari manis Kasumi. Kasumi tersenyum.
 “ Terima kasih Tomoya-kun.” Kemudian gadis itu menunduk dan menghela nafas.
 “Tapi aku tak bisa pergi denganmu.” Kata-kata yang tegas itu seakan menghancurkan hatiku.
 “Mengapa? Mengapa Kasumi??” tanyaku dengan panik. Tapi kejadian setelahnya, seakan menjawab pertanyaanku. Tubuh Kasumi terlihat transparan , seakan dia akan menghilang.
 “Terima kasih banyak, Tomoya. Terima kasih. Kau telah menyadarkanku tentang apa yang terpenting dalam hidupku.” Air mata mulai membanjiri pipiku. Kugenggam erat tangannya.
 “ Aku sangat bahagia karena aku bisa mengenalmu Tomoya-kun. Walau hanya sebentar, tapi kau telah membuat duniaku terasa sangat indah.” Butir-butir air mata Kasumi menetes.
 “Tidaak!! Kasumi, tolong jangan tinggalkan aku!! Kumohon!!” Aku berusaha menahannya.
 “Maaf Tomoya-kun, tapi aku harus. Semoga kita dapat bertemu lagi di lain kehidupan. Dan jika saat itu tiba, aku akan terus di sampingmu.” Tangisanku semakin kuat. Kusentuh lembut pipinya.
 “Tomoya… Aku mencintaimu.” Sesaat setelah kudengar jawaban Kasumi, kurasakan bibirnya menyentuh bibirku dengan hangat. Dan berangsur-angkur kemudian, tubuh Kasumi menghilang dalam kerlipan titik-titik cahaya yang indah, menyisakan sehelai bulu burung dan sebuah cincin yang indah.



“KASUMII!!!!!” Teriakan parauku mengakhiri perjumpaan yang tak terlupakan itu.

Jika suatu saat kita bertemu lagi, saat itu aku akan menyokongmu dengan seluruh hidupku.
Aku percaya padamu, Kasumi. Karena itu, aku akan terus menunggumu

Memories~ A Bird Who Cannot Fly~


-END-
 -------------------------------
 Tentang Penulis

 Jessica Hartono. Terlahir lima belas tahun silam di Blitar. Merupakan sosok yang moody, imajinatif namun mudah bosan. Menyanyi dan membaca adalah hobinya. Mulai tertarik di bidang menulis pada saat menginjak umur 15 tahun. Inspirasi yang didapatnya kebanyakan berasal dari mimpi. Memiliki cukup banyak ide , namun, seringkali berhenti melanjutkan ceritanya dikarenakan sifat moody-nya yang selalu kumat. "Memories~ A Bird Who Cannot Fly ~" adalah karya bergenre Romance pertamanya yang berhasil diselesaikan. Bisa dihubungi lewat facebook jessica.h.tno@facebook.com



Memories~ A Bird Who Cannot Fly~

Author : tiwi Comments : 0

- Copyright © 2013 KATA KATA BIJAK TOKOH ANIME - Hentai Ouji - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -